Labels

Wednesday, March 29, 2017

Helenisasi dan Kelahiran Ilmuwan Muslim


Yunani kuno adalah tempat bersejarah di mana sebuah bangsa memilki peradaban tinggi. Wilayah ini juga identik dengan filsafat,  yang dikatakan sebagai induk ilmu pengetahuan. Filsafat sebenarnya, dalam pengertian yang sederhana, sudah berkembang jauh sebelum para filosof klasik Yunani menekuni dan mengembangkannya. Al-Farabi mencatat bahwa orang-orang Kaldan (kawasan Mesopotamia) adalah pemilik purba tradisi filsafat yang diwariskan orang-orang Mesir dan ditransformasikan kepada masyarakat Yunani. Ditangan orang Yunani, tradisi mencari kearifan ini dilakukan secara intensif dengan metode sistematis serta berusaha melepaskan diri dari berbagai belenggu mitos.


Kemudian terjadilah proses yang disebut Hellenisasi, yaitu penyebaran pemikiran filsafat dan budaya Yunani (Helen). Hal ini terjadi sejak lama, berawal dari ekspansi militer yang dilakukan Raja Macedonia Iskandar Zulkarnaen (356-326 SM). Iskandar atau Alexander the Great dalam setiap ekspansinya tidak hanya membawa tentara, tetapi sejumlah ilmuwan dan cendekiawan.

Maka dapat dipastikan, beberapa abad sebelum Islam masuk ke wilayah Arab, pemikiran dan kebudayaan Yunani telah menyebar dari Macedonia ke beberapa daerah di kawasan Asia dan Afrika. Helenisasi ini berlangsung di Mesir, Syam (yang masa itu mencakup Yordania, Palestina/ Israel, Syria, dan Lebanon), Irak dan Persia.

Alexander the Great berupaya menyatukan budaya Yunani dengan daerah taklukannya, terutama Persia. Ia menikah dengan Statira, putri raja Persia, Darius. Sedangkan 24 jenderal dan 10.000 prajuritnya kawin dengan perempuan Persia juga. Dalam aspek lain, prajurit-prajurit yang menguasai ilmu dan filsafat Yunani diminta untuk menyebarkannya dimanapun mereka bertugas. Dengan cara seperti itulah, budaya baru yang disebut hellenisme terbentuk. Berbagai pusat studi dan falsafah Yunani didirikan, karya tulis dari para filosof dialihbahasakan. Di antara pusat-pusat studi kebudayaan yang ada, yang terpenting terdapat di Iskandariyah (Mesir), Harran, Janisabur, dan Baghdad. Maka sangat masuk akal jika pada masa-masa kejayaan setelahnya, tempat-tempat ini menjadi pusat berkembangnya filsafat, mengingat embrio hellenisme yang telah ada sebelumnya.

 Di Iskandariyah, raja-raja Ptolomeus mendirikan universitas Iskandariyah sebagai pusat studi ilmu pengetahuan alam. Pasca kematian Iskandar Zulkarnain, universitas ini justru semakin berkembang dengan kedatangan sejumlah mahaguru yang diusir oleh Romawi dari Athena. Mereka yang membenci bangsa Macedonia, terus melanjutkan tradisi ilmiahnya di Iskandariyah, dengan aktivitas terpusat pada ilmu matematika, filsafat, fisika, dan sastra. Perpustakaan besar dan laboratorium dengan berbagai alat penelitian tersedia untuk mendukung kegiatan ilmiah ini. 

Di Harran, bagian utara negeri Syam, juga terdapat pusat studi di mana muncul falsafah Neo Platonism, ilmu matematika dan falak. Ilmu falak dominan karena sebelum penaklukan Islam, bintang-bintang menjadi objek sesembahan sebagian penduduknya. Sementara Kisra Anusirwan dari Persia (531-578 M) mendirikan pusat studi di Jundisapur dengan fokus pada ilmu pengetahuan, kedokteran dan filsafat. Pusat studi ini menjadi tempat dikumpulkannya berbagai kitab berbahasa Suryani, Yunani dan India untuk dialihbahasakan ke bahasa Pahlawi.

Dengan demikian, sebelum Islam menaklukkan Mesir, Irak, Syria dan Persia, filsafat hellenisme telah berkembang di daerah-daerah ini. Asimilasi kebudayaan Yunani dan spiritualitas Timur melahirkan mainstream filsafat irrasional Neo Platonisme, Neo Phytagorisme dan Hermetisisme, dibanding filsafat rasional Aristoteles. Ilmu logika yang lahir pada peradaban Atheis di wilayah-wilayah ini telah disterilkan oleh kalangan Gereja agar tidak menimbulkan kreasi keilmuan baru. 

Setelah Islam menjangkau wilayah-wilayah tersebut, hellenisme  turut masuk dalam pemikiran Islam. Pemikiran Syiah dan Sufisme merupakan bukti terpengaruhnya peradaban Islam pada filsafat irrasional. Kedua kelompok ini terpengaruh oleh mainstream irrasional dari filsafat Hermetisisme yang disandarkan pada Hermes. Hermes, oleh sebagian akademisi Muslim dianggap sebagai nabi Idris, yang namanya termaktub dalam al-Qur’a>n. Ciri-ciri aliran filsafat ini bertemakan keteraturan alam semesta. Hermes dianggap sebagai penghubung langit dan Bumi serta bapak ilmu pengetahuan.

Pada masa pemerintahan Bani Abbas, bangsa-bangsa non-Arab banyak yang masuk Islam. Bangsa-bangsa itu memberi saham tertentu dalam perkembangan ilmu pengetahuan dalam Islam, dengan kebudayaan ilmiah yang telah terbangun kuat sebelum kedatangan Islam. Pengaruh Persia, sebagaimana sudah disebutkan, sangat kuat di bidang pemerintahan, di samping filsafat, ilmu alam, sastra serta karya-karya terjemahan Persia lainnya. Pengaruh India terlihat dalam bidang kedokteran, ilmu matematika dan astronomi. Sedangkan pengaruh Yunani masuk melalui terjemahan-terjemahan dalam banyak bidang ilmu, terutama filsafat. Tradisi yang paling berpengaruh dalam menciptakan tradisi keilmuan yang kondusif adalah gerakan penerjemahan.

Gerakan terjemahan berlangsung dalam tiga fase. Fase pertama, pada masa khalifah  al Manshur hingga Harun al Rasyid. Pada fase ini yang banyak diterjemahkan adalah karya-karya dalam bidang astronomi dan manthiq. Fase kedua berlangsung mulai masa khalifah al Ma’mun hingga tahun 300 H. Pada masanya banyak ilmuwan yang dikirim ke Kerajaan Bizantium  untuk mencari manuskrip yang kemudian dibawa ke Baghdad untuk diterjemahkan ke dalam bahasa Arab.

Untuk keperluan penerjemahan, al-Makmun sampai mendirikan Bayt al-Hikmah di Baghdad. Lembaga ini dipimpin oleh seorang Kristiani dari Hirah yang bernama Hunain ibn Ishaq. Ia pernah ke Yunani dan berlajar bahasa Yunani. Selain menguasai bahasa Arab dan Yunani, Hunain juga menguasai bahasa Syria (Siryani), yang pada saat itu merupakan salah satu bahasa ilmiah. Karya-karya yang diterjemahkan ke dalam bahasa Arab adalah karangan Aristoteles, Plato, dan buku-buku mengenai Neo-Platonisme.

Fase ketiga berlangsung setelah tahun 300 H, terutama setelah adanya pembuatan kertas. Bidang-bidang ilmu yang diterjemahkan semakin meluas. Konsekuensinya, bermunculan para ilmuwan muslim dengan keahlian multi. Al Ghazali, Hujjatul Islam pelopor tasawuf yang menguasai ilmu fikih, tauhid, filsafat, matematika, dan fisika.  Ibnu Sina, ahli ilmu tafsir, fikih, perbandingan agama, dan tasawuf, yang melahirkan 2 kitab legendaris dalam 2 ranah berbeda yang diakui Barat hingga saat ini, yaitu kedokteran dan filsafat. Al Khawarizmi, penemu Aljabar yang juga menguasai astronomi, fisika, filosof, sejarah dan farmasi.

Islam menjadi mercusuar ilmu pengetahuan dunia, sampai munculnya invasi perang Salib dan serangan pasukan Mongol di bawahi Hulagu Khan. Selama 40 hari 40 malam, Baghdad yang menjadi pusat peradaban dunia dibumiratakan. Keluarga khalifah dibantai habis, dan buah pemikiran para ilmuwan  muslim dilempar di kedalaman sungai Tigris hingga airnya menghitam-kelam karena luruhnya tinta dari ribuan kitab.





9 comments:

  1. pertanyaan pertama, apakah Iskandar Zulkarnain sama adalah orang yang sama dengan Alexander The Great?

    pertanyaan kedua, apakah buku dari perpustakaan Baghdad benar-benar dibenamkan ke sungai Tigris, atau hanya sebuah kamuflase agar tidak ada tuntutan pengembalian dari kaum muslim, sedangkan manuskrip aslinya diselundupkan ke Vatican atau universitas-universitas di Eropa?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Buku-buku yang penting, seperti ilmu pengetahuan memang ada yang di bawa tentara salib... Dan itulah awal kebangkitan renaissance di eropa, jadi renaissance eropa karena Islam... Berdasarkan buku yang tak baca, hehe

      Delete
    2. Dari yg saya baca, iya. Iskandar zulkarnain =alexander the great. Ini soal pelafalan aj sih menurut saya. Seperti Yesus disebut Isa.

      Yg kedua, bs iya dan tidak. Banyk referens sejarah sayangnya kita rujuk dari tulisan orientalis. Tp kenyataan bahwa ada bbrp kitab tertentu yg tdk kita temukan hingga saat ini, bhkan Baratpun tdk prnah merujuknya, saya pikir mmg ada bnyak kitab yg dihancurkan mongol, selain yg dibawa para salibis untuk ditindaklanjuti sbg riset2 imliah pasca renaisan

      Delete
    3. Dari yg saya baca, iya. Iskandar zulkarnain =alexander the great. Ini soal pelafalan aj sih menurut saya. Seperti Yesus disebut Isa.

      Yg kedua, bs iya dan tidak. Banyk referens sejarah sayangnya kita rujuk dari tulisan orientalis. Tp kenyataan bahwa ada bbrp kitab tertentu yg tdk kita temukan hingga saat ini, bhkan Baratpun tdk prnah merujuknya, saya pikir mmg ada bnyak kitab yg dihancurkan mongol, selain yg dibawa para salibis untuk ditindaklanjuti sbg riset2 imliah pasca renaisan

      Delete
  2. Waduuh banyaknya pertanyaannyoo.. Aku jawab nanti2 ya... Hihiks

    ReplyDelete
  3. Waduuh banyaknya pertanyaannyoo.. Aku jawab nanti2 ya... Hihiks

    ReplyDelete