Labels

Thursday, December 22, 2016

Rasm al Qur’an: Mengapa Al-Qur’an Tidak Terdistorsi? (2)





Well, kita akan lanjutkan pembahasan tentang sejarah kodifikasi al-Quran yang sebelumnya sudah diposting di sini.


Pasca kodifikasi al-Qur’an di masa khalifah Abu Bakar, shahifah para penulis wahyu dibiarkan disimpan oleh pemilik masing-masing karena Khalifah tidak ingin menghakimi otoritas al-Qur’an. Naskah-naskah ini tidak memiliki perbedaan berarti dengan yang dihimpun Zayd beserta tim, kecuali beberapa bacaan yang ditulis dengan lahjah pribadi. Namun karena ekspansi Islam ke berbagai penjuru disertai akulturasi bahasa dan budaya dengan bangsa-bangsa non Arab, pada akhirnya hal ini memicu masalah.


Based on riwayat yang disepakati mayoritas, dari shahih Bukhari, diberitakan Ibn Syihab al-Zuhri dari Anas bin Malik, bahwa Hudzaifah bin al-Yaman menghadap Khalifah Uthman, menceritakan kecemasannya atas penduduk Siria dan Irak yang berselisih bacaan Al-Qur’an hingga berujung pada klaim saling mengkafirkan. Khalifah Uthman kemudian mengirim utusan kepada Hafshah untuk membawa mushaf kodifikasi awal guna diperbanyak. 


Khalifah lalu mengutus Zayd bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, Sa’id bin al-Ash, dan Abdurrahman ibn al-Harits ibn Hisyam, untuk menyalin mushaf. Setelah dilakukan penggandaan, maka mushaf yang awal dikembalikan kepada Hafshah, dan yang disalin kemudian dikirim ke setiap propinsi dengan perintah agar seluruh rekaman tertulis selain yang digandakan itu dibakar habis. 


Banyak orientalis, sarjana Barat yang mengkaji Islam, menyebutkan bahwa Khalifah Uthman telah berlaku semena-mena dengan membakar mushaf-mushaf lama, otoriter, membunuh kemajemukan umat, bahkan menjadikan peristiwa ini sebagai dalil bahwa al Qur’an tidak lebih dari produk budaya Khalifah Uthman. Namun terbukti hingga sekarang, tidak ada satu kitab pun yang bebas dari reduksi setelah mengalami transmisi selama berabad-abad, kecuali al Qur’an. Unifikasi teks al Quran yang dilakukan Khalifah Uthman memberikan standarisasi dalam kaidah penulisan al Quran yang mampu meminimalisir perbedaan bacaan disebabkan kultur, wilayah, dan kepentingan.


Simply said, Kodifikasi al-Qur’an periode satu dan dua, yang keduanya dipimpin oleh Zayd bin Tsabit, adalah dalam rangka menjaga kemurnian al-Qur’an. Kodifikasi pertama diniatkan supaya al-Qur’an terjaga otentitasnya seiring berkurangnya jumlah penghafal al-Qur’an, sedangkan yang kedua ditujukan untuk menyatukan tulisan dan bacaan al-Qur’an seluruh umat Islam seiring menyebarnya Islam ke berbagai daerah, agar tidak ada perselisihan yang berujung pada pentakfiran satu sama lain. 


Upaya melakukan kodifikasi kedua yang ditangani oleh tim bentukan Khalifah Uthman bin Affan ini, menempuh langkah-langkah khusus dan persetujuan Khalifah, dengan kaidah penulisan lafadz maupun bentuk huruf, yang disebut sebagai rasm al mushaf, rasm al-Qur’an, atau rasm al Uthmani, seperti berikut:


1)      al-hadzf ,  hurufnya tidak ditulis, tetapi tetap ada dalam bacaan, misalnya yaa ayyuhan naas, subhaana, tabaaraka dll.
2)      al-ziyadah, penambahan huruf alif, ya’ dan wawu pada kata-kata tertentu tetapi bacaannya tetap/ tidak panjang, seperti ulu u al albab, banu u Israa`il, dll.
3)      al-hamzah,kaidah penulisan hamzah pada  kata tertentu, seperti pada kata idzan, fabi`ayyi, sa`ala, su`ila dll.
4)      al-badal,penggantian huruf tertentu pada kata tertentu, misalnya
5)      al-fashl wa al-washl, yaitu kaidah menyambung atau memisah kata tertentu


Sampai di sini, mushaf al Quran yang tersebar masih berhuruf gundul alias belum bertanda baca. Yup, hanya rentetan huruf hijaiyah, yang pada kata atau huruf tertentu telah dilekati kaidah rasm-al Uthmani. Kira-kira kita yang orang awam ini bisa baca nggak ya? Sepertinya harus nunggu tamat kursus bahasa Arab dulu kali, untuk bisa baca al Quran. Lama amat kan? Nah bagaimana mushaful Quran bisa sampai ke tangan kita seperti wujudnya saat ini yang variatif (tapi isinya always tetap, tak kurang tak lebih) dan bisa kita baca dengan mudah? Keep calm and hold on! tunggu tulisan saya selanjutnya, oklay?-----


Disajikan sederhana, dengan maraji’ sbb:
ü                       --- Al-Qur’a>n dan Tejemahan,
ü  Ali, Atabik, Kamus Kontemporer Arab – Indonesia (Yogyakarta: Yayasan Ali Maksum Pondok Pesantren Krapyak, 1996)
ü  Amal, Taufik Adnan, Rekonstrukdi Sejarah Al-Qur’a>n, (Yogyakarta: FKBA, 2001)
ü  Ash-Shabunie, Moh. Ali, Pengantar Ilmu-Ilmu Al Qur’a>n, alih bahasa Saiful Islam, ( Surabaya: Al Ikhlas. 1983)
ü  Chirzin, Muhammad, Al-Qur’a>n dan Ulum Al-Qur’a>n n, (Yogyakarta: Dana Bhakti, 1998)
ü  Hermawan, Acep, Ulumul Qur’a>n: Ilmu untuk memahami wahyu, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2011)
ü  Qatthan,  Manna’ Khalil, Mabahits fi Ulum Al-Qur’a>n, (Riyadh, t.p, t.th)
ü  Sadeghi, Behnam and Uwe Bergmann1, The Codex of a Companion of the Prophet and the Qurʾān of the Prophet, Arabica 57 (2010) 343-436.
ü  Saeed Abdullah, Al-Qur’a>n: an Introduction, (New York: Routledge, 2008)
ü  Shihab,  M. Quraisy, Membumikan Al-Qur’a>n, (Bandung, Mizan, 1994)
ü  Suma, M. Amin, Ulum al Al-Qur’a>n, ( Jakarta: Rajawali Press, 2013)
ü  Yusuf,  Kadar M., Studi Al-Qur’a>n, (Jakarta: Amzah, 2014)


1 comment: