Well, kita akan lanjutkan pembahasan tentang sejarah kodifikasi al-Quran yang
sebelumnya sudah diposting di sini.
Pasca kodifikasi al-Qur’an
di masa khalifah Abu Bakar, shahifah para
penulis wahyu dibiarkan disimpan oleh pemilik masing-masing karena Khalifah
tidak ingin menghakimi otoritas al-Qur’an. Naskah-naskah ini tidak memiliki perbedaan berarti
dengan yang dihimpun Zayd beserta tim, kecuali beberapa bacaan yang ditulis
dengan lahjah pribadi. Namun karena
ekspansi Islam ke berbagai penjuru disertai akulturasi bahasa dan budaya dengan
bangsa-bangsa non Arab, pada akhirnya hal ini memicu masalah.
Based on riwayat yang disepakati mayoritas, dari shahih Bukhari, diberitakan Ibn Syihab
al-Zuhri dari Anas bin Malik, bahwa Hudzaifah bin al-Yaman menghadap Khalifah Uthman,
menceritakan kecemasannya atas penduduk Siria dan Irak yang berselisih bacaan Al-Qur’an
hingga berujung pada klaim saling mengkafirkan. Khalifah Uthman kemudian mengirim utusan kepada Hafshah untuk membawa mushaf kodifikasi awal guna diperbanyak.
Khalifah lalu mengutus Zayd bin Tsabit,
Abdullah bin Zubair, Sa’id bin al-Ash, dan Abdurrahman ibn al-Harits ibn
Hisyam, untuk menyalin mushaf. Setelah
dilakukan penggandaan, maka mushaf yang awal dikembalikan kepada Hafshah, dan yang disalin kemudian dikirim
ke setiap propinsi dengan perintah agar seluruh rekaman tertulis selain yang
digandakan itu dibakar habis.
Banyak orientalis, sarjana Barat yang mengkaji
Islam, menyebutkan bahwa Khalifah Uthman telah berlaku semena-mena dengan
membakar mushaf-mushaf lama, otoriter, membunuh kemajemukan umat, bahkan menjadikan
peristiwa ini sebagai dalil bahwa al Qur’an tidak lebih dari produk budaya
Khalifah Uthman. Namun terbukti hingga sekarang, tidak ada satu kitab pun yang
bebas dari reduksi setelah mengalami transmisi selama berabad-abad, kecuali al
Qur’an. Unifikasi teks al Quran yang dilakukan Khalifah Uthman memberikan
standarisasi dalam kaidah penulisan al Quran yang mampu meminimalisir perbedaan
bacaan disebabkan kultur, wilayah, dan kepentingan.
Simply said, Kodifikasi al-Qur’an periode satu dan dua, yang keduanya dipimpin oleh Zayd bin Tsabit, adalah
dalam rangka menjaga kemurnian al-Qur’an. Kodifikasi pertama diniatkan supaya al-Qur’an terjaga otentitasnya seiring berkurangnya jumlah
penghafal al-Qur’an, sedangkan yang
kedua ditujukan untuk menyatukan tulisan dan bacaan al-Qur’an
seluruh umat Islam seiring menyebarnya Islam
ke berbagai daerah, agar tidak ada perselisihan yang berujung pada pentakfiran
satu sama lain.
Upaya melakukan kodifikasi kedua yang
ditangani oleh tim bentukan Khalifah Uthman bin Affan ini, menempuh langkah-langkah khusus dan
persetujuan Khalifah, dengan kaidah penulisan lafadz maupun bentuk huruf, yang
disebut sebagai rasm al mushaf, rasm al-Qur’an, atau rasm al
Uthmani, seperti berikut:
1)
al-hadzf , hurufnya tidak ditulis, tetapi tetap ada dalam bacaan, misalnya
yaa ayyuhan naas, subhaana, tabaaraka dll.
2)
al-ziyadah, penambahan huruf alif, ya’ dan wawu pada kata-kata tertentu tetapi
bacaannya tetap/ tidak panjang, seperti ulu u al albab, banu u Israa`il,
dll.
3)
al-hamzah,kaidah penulisan hamzah pada kata
tertentu, seperti pada kata idzan, fabi`ayyi, sa`ala,
su`ila dll.
4)
al-badal,penggantian huruf tertentu pada kata tertentu, misalnya
5)
al-fashl wa al-washl, yaitu kaidah
menyambung atau memisah kata tertentu
Sampai di sini, mushaf al Quran yang tersebar masih
berhuruf gundul alias belum bertanda baca. Yup, hanya rentetan huruf
hijaiyah, yang pada kata atau huruf tertentu telah dilekati kaidah rasm-al
Uthmani. Kira-kira kita yang orang awam ini bisa baca nggak ya? Sepertinya harus
nunggu tamat kursus bahasa Arab dulu kali, untuk bisa baca al Quran. Lama amat
kan? Nah bagaimana mushaful Quran bisa sampai ke tangan kita seperti wujudnya
saat ini yang variatif (tapi isinya always tetap, tak kurang tak lebih) dan
bisa kita baca dengan mudah? Keep calm and hold on! tunggu tulisan saya selanjutnya,
oklay?-----
ü ---
Al-Qur’a>n dan Tejemahan,
ü Ali, Atabik, Kamus Kontemporer Arab – Indonesia (Yogyakarta:
Yayasan Ali Maksum Pondok Pesantren Krapyak, 1996)
ü Amal, Taufik Adnan, Rekonstrukdi Sejarah Al-Qur’a>n, (Yogyakarta:
FKBA, 2001)
ü Ash-Shabunie, Moh. Ali, Pengantar Ilmu-Ilmu Al Qur’a>n, alih
bahasa Saiful Islam, ( Surabaya: Al Ikhlas. 1983)
ü Chirzin, Muhammad, Al-Qur’a>n dan Ulum Al-Qur’a>n n, (Yogyakarta:
Dana Bhakti, 1998)
ü Hermawan, Acep, Ulumul Qur’a>n: Ilmu untuk
memahami wahyu, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2011)
ü Qatthan, Manna’ Khalil, Mabahits
fi Ulum Al-Qur’a>n,
(Riyadh, t.p, t.th)
ü Sadeghi, Behnam and Uwe Bergmann1, The Codex of a Companion of
the Prophet and the Qurʾān of the Prophet, Arabica 57 (2010) 343-436.
ü Saeed Abdullah, Al-Qur’a>n: an
Introduction, (New York: Routledge, 2008)
ü Shihab, M. Quraisy, Membumikan
Al-Qur’a>n, (Bandung,
Mizan, 1994)
ü Suma, M. Amin, Ulum al Al-Qur’a>n, (
Jakarta: Rajawali Press, 2013)
ü Yusuf, Kadar M., Studi Al-Qur’a>n, (Jakarta:
Amzah, 2014)
Okey ditunggu...
ReplyDeleteMksih mbak, informasinya penting bgt ini.